|
PEKANBARUEXPRESS
|
![]() |
|||
| POPULAR YOUTUBE PILIHAN EDITOR | ||||
Editor : Putrajaya | Penulis : Rea
JAKARTA - Di tengah tekanan nilai tukar yang kian berat, kalangan berduit di Indonesia disebut mulai “menyelamatkan” hartanya dalam mata uang asing. Dolar AS, euro, hingga dolar Singapura kini menjadi pelabuhan baru bagi kekayaan mereka. Fenomena ini, menurut para ekonom, bisa membuat rupiah kehilangan peran utamanya sebagai uang di negeri sendiri.
Selama beberapa pekan terakhir, rupiah tak kunjung beranjak dari level sekitar Rp16.600 per dolar AS. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi nasional diprediksi tak akan mencapai target 5,2 persen yang dicanangkan pemerintah untuk tahun 2025.
Ekonom Universitas Hasanuddin Muhammad Syarkawi Rauf menilai, masalah rupiah bukan sekadar fluktuasi harian di pasar valuta asing. “Status sebagai weakest currency in the world bisa berdampak pada naiknya currency risk premium antara rupiah dan dolar AS,” ujarnya, Sabtu (8/11/2025).
Rupiah Ditutup Sore Tadi Dilevel Rp16.648
Nusron Wahid: Pembabatan Hutan Tanpa Tata Ruang Jadi Pemicu Banjir Besar di Sumatra
Tingginya premi risiko itu, lanjutnya, memaksa aset berdenominasi rupiah menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi untuk menarik minat pasar. Akibatnya, biaya pembiayaan dalam negeri menjadi lebih mahal dibanding negara lain yang dinilai lebih stabil.
Lebih jauh, Syarkawi mengingatkan, reputasi rupiah sebagai mata uang lemah bisa menggerus tiga fungsi utama uang: sebagai alat tukar, penyimpan nilai, dan satuan hitung. “Ketika orang tak lagi percaya menyimpan kekayaan dalam rupiah, mata uang itu perlahan kehilangan fungsinya,” ujarnya.